[menulis] suara dalam novel

Published by

on

Seorang penulis berencana untuk membuat novel dengan dua narator dari sudut pandang orang pertama dan bertanya: “Mbak, kalau POV beberapa orang pertama, tokoh A pakai kata “gue-lo” sedangkan tokoh B pakai “aku-kamu” bisakah?”

Jawaban saya? Tentu bisa!

Namun, menulis dengan dua pov orang pertama tidak sesederhana itu. Ada sesuatu yang dinamakan “suara” atau “voice”. Sederhananya, “suara” adalah sesuatu yang membedakan tokoh satu dengan tokoh lainnya. Sesuatu yang membedakan pengarang satu dengan pengarang lain. Kita akan segera mengenali tulisan seseorang ketika sang pengarang memiliki “suara” yang khas. “Suara” adalah sebuah kepribadian.

Kita bisa saja menulis tokoh A yang bernarasi dengan “lo-gue”, tetapi jika pembaca tidak bisa membedakan si tokoh A dengan tokoh B, apa gunanya? Ketika menggunakan POV 1 dengan beberapa narator, kita harus memasukkan kepribadian si narator ke dalam cerita (bagaimana cara dia berpikir, bagaimana dia memilih kata, gestur apa yang sering dia gunakan, dari kelas mana dia berasal, apakah dia perempuan atau laki-laki, berapa usianya, kehidupan seperti apa yang dijalaninya, dll, dll). Sama halnya dalam hidup, setiap orang akan bereaksi berbeda terhadap satu hal, begitu pun tokoh-tokoh dalam cerita kita. Suara akan membuat mereka hidup dan lebih mudah dimengerti. Contohnya di twitter, deh, setiap orang memiliki suara berbeda-beda, jadi ketika dia membuat alter-ego tapi nggak mengubah suaranya, kita akan dengan mudah mengenali ini alter-ego dari akun mana. Iya, kan?

Jadi, nggak semudah itu membuat novel dengan beberapa sudut pandang orang pertama. Maka, biasanya, saya akan menyarankan para penulis yang sedang menulis novel pertamanya untuk menggunakan POV 3, karena paling mudah. Menurut saya, novel dengan narator beberapa orang pertama itu sulit, karena sering kali kita terjebak dan lupa, menggunakan suara tokoh B di bagian tokoh A, misalnya.  Nah, daripada berkutat lama dengan suara-suara itu, lebih baik gunakan suara penulisnya saja dahulu. Untuk novel pertama, itu tidak apa-apa. Kita bisa bereksplorasi di tulisan berikutnya, karena kita harus selalu berkembang, kan? Nggak mau, kan, dibilang setelah novel kelima, keenam, ketujuh, kok gitu-gitu aja.

Jika kamu yakin bisa menulis dengan dua suara (atau lebih), pastikan kamu benar-benar mengenal tokoh-tokohmu. Kamu bisa membuat catatan dari kedua karakter ini sebagai panduan biar nggak tersesat.

Selamat menulis 🙂

bacaan tambahan:

3 responses to “[menulis] suara dalam novel”

  1. cahyabagus Avatar

    mbak, boleh ndak saya minta saran buat tulisan2 saya?via email mungkin?

  2. Renata Aprianti Avatar

    Reblogged this on Renata Aprianti and commented:
    Yang sedang belajar menulis, tulisan ini sangat membantu! ^^

  3. Fadhli Dzil Ikram Avatar

    mba’ gimana cara penulisan suara misalnya ada yang bertabrakan “gubrak” atau dibikin suara gimana dalam penulisannya atau seseorang terbentur gimana penulisannya suara nya dalam novel. maaf kalau agak absurb nanya nya hehehe

Leave a reply to Renata Aprianti Cancel reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.