Head-hopping dalam Menulis Cerita

Published by

on

Rekomendasi tulis ulang adalah catatan revisi yang paling menyakitkan dan menakutkan buat penulis dan juga editornya karena … tahulah, tulis ulang tuh berarti usaha menulis berbulan-bulan harus CTRL+A+DEL, kemudian harus melalui proses panjang menulis lagi, begadang lagi … dan revisi lagi ketika udah sampai di tangan editor.

Kita ingin menghindari itu.

Salah satu hal  yang bisa mengakibatkan rekomendasi tulis ulang adalah: kesalahan memilih sudut pandang.

Saya baru ngeh banget kalau pemilihan sudut pandang bisa mengubah alur cerita gara-gara mengikuti kelas Margaret Atwood di Masterclass.com beberapa tahun lalu. Dari sudut pandang siapa cerita dikisahkan itu sangat penting untuk membuat cerita lebih menarik, menciptakan suspens (karena misalnya cerita dikisahkan dari tokoh yang baru tahu sedikit tentang misteri/rahasia dalam cerita), juga bisa menciptakan narrative distant atau jarak naratif (apakah kita menulis cerita romansa yang menciptakan kesan akrab antara tokoh dan pembaca, ataukah genre lain yang memang harus agak berjarak?)

Teman-teman pasti sudah tahu tentang tiga jenis sudut pandang yang lazim digunakan, yaitu sudut pandang orang pertama, kedua, dan ketiga. POV 3 ini dibagi lagi jadi POV 3 terbatas dan POV Serbatahu. Naah, head-hopping yang ada dalam judul tulisan ini terkait dengan POV Serbatahu.

Head-hopping terjadi ketika penulis menggunakan POV Serbatahu dan memasuki isi kepala tokoh-tokoh yang ada di adegan itu, hanya dalam satu adegan. Terus kamu akan nanya, kenapa nggak boleh? Bukannya serbatahu? Berarti naratornya bisa melihat isi kepala tokoh-tokoh ini, dong.

Memang. Narator serbatahu. Namun, merasuki isi kepala setiap tokoh dalam satu adegan bisa mengakibatkan pembaca jet lag karena harus mengidentifikasi dulu, kalimat yang sedang dibaca itu isi kepala tokoh yang mana? Itu bisa membuat pembaca frustrasi karena dikit-dikit harus mikir. Dalam karya-karya eksperimental, head-hopping sebenarnya nggak masalah, sih. Bahkan, ada karya pemenang Nobel Sastra yang menggunakan head-hopping dan menang nobel, kan?

Namun, ketika menulis novel, kita pengin pengalaman pembaca membaca tulisan kita seperti sedang melaju di jalan bebas hambatan. Mereka tidak perlu tahu kesulitan kita menyusun kalimat dan adegan hingga mereka bisa merasakan page-turner. Mereka juga nggak kepingin tahu buku yang ada di tangan mereka itu udah draf kesebelas atau cuma draf kedua. Buat pembaca, sama aja.

Di bawah ini adalah contoh paragraf dengan head-hopping

Karma mengikuti arah pandangan Shera yang tertuju ke pintu kelas. Seorang cowok berdiri di ambang pintu mengenakan seragam sekolah mereka yang masih tampak baru. Seperti anak kucing yang kurang koordinasi, jantungnya melonjak seperti ingin keluar dari rusuknya dan lari menyambut si cowok. Sejenak, tatapan mereka bertemu. Cowok itu menyunggingkan senyum ketika melihat Karma. Gadis itu manis, pikirnya. Ia tersenyum semakin lebar ketika menemukan kursi di belakang Karma kosong. Matanya kembali berkelana ke arah Karma, lalu gadis di sebelahnya. Wah, gadis di sebelahnya lebih cantik. Ia sudah memikirkan cara untuk mendekatinya, tetapi tiba-tiba cewek itu menyipitkan mata. Shera melirik Karma dengan sudut mata dan melihat sahabatnya itu tampak terkesima dengan si cowok baru. Tidak, pikirnya dalam hati. Aku yang lihat dia duluan. Aku yang akan jadi pacarnya.

Namanya Karma, karena lagi sering dengerin Taylor Swift, hahaha. Mari kita bedah paragraf di atas. Awalnya, kita pikir tokoh utamanya adalah Karma. Kita mengetahui apa yang ada dalam pikirannya karena penulis menjelaskan dari dalam, apa yang terjadi dengan organ tubuh Karma ketika ketemu si cowok.

Akan tetapi, di kalimat kelima, mendadak kita masuk ke kepala si cowok yang berpendapat kalau gadis yang ditatapnya manis. Eh, pas si cowok lihat Shera yang duduk di sebelah cewek itu, tiba-tiba sudut pandang pindah ke Shera!

Dalam satu paragraf itu, ada tiga kepala yang riuh berpendapat soal satu sama lain dan kita nggak tahu tokoh utamanya siapa. Dalam genre romance, teenlit, dan cerita-cerita lain yang fokus pada pertumbuhan karakter, usahakan membuat POV character atau viewpoint character tidak lebih dari 3 tokoh dalam satu novel, dan jangan pindah-pindah POV dalam satu adegan.

Di bawah ini, kalian bisa melihat perbedaan POV Serbatahu dan head-hopping:

Untuk lebih memahaminya, di bawah ini adalah contoh paragraf head-hopping, dan yang menggunakan POV Serbatahu

Kata Margaret Atwood lagi (dan penulis-penulis lain yang pernah saya ikuti kelasnya), menulis novel adalah tentang membuat pembaca memedulikan tokoh-tokoh yang kita ciptakan. Demi memedulikan tokoh utamanya, fokus pada tokoh utama. Ceritakan tokoh utama dari sudut pandang tokoh utamanya (walaupun kita pakai POV 3).

Baru-baru ini, saya mengerjakan beberapa naskah yang menggunakan POV Serbatahu dan naratornya memiliki kekuatan super memasuki kepala setiap tokoh, bahkan yang tidak berpengaruh terhadap plot. Sebelum saya memahami soal head-hopping, saya cuma merasa: kenapa saya nggak terhubung sama tokoh utamanya, ya? Saya nggak bisa memahami dan peduli sama tokoh utama.

Kemudian, saya membaca beberapa buku tentang POV karya Marcy Kennedy dan Sandra Gerth yang menyebut-nyebut soal head-hopping dan jadi paham. Tokoh utama tidak diberi kesempatan untuk menjelaskan dirinya dari sudut pandangnya sendiri. Pembaca mengenali tokoh utama berdasarkan asumsi-asumsi dan pendapat kepala-kepala tokoh di sekelilingnya (yang tentu saja nggak ngerti dalam-dalamannya tokoh utama ini).

Dan … itulah kawan-kawanku sekalian, yang akhirnya membuat saya dengan berat hati meminta rekomendasi revisi: tulis ulang POV yang nggak ada hubungannya sama tokoh utama.

Sedih, tapi harus dilakukan.

Bagaimanapun, benar-salah dalam novel itu relatif, tetapi tujuan kita adalah membuat pembaca terhanyut. Jadi, kita nggak akan ngasih ruang buat kebingungan bagi pembaca.

Selengkapnya soal sudut pandang, teman-teman bisa mengakses materi berikut di Karyakarsa: https://karyakarsa.com/jiaeffendie/memilih-sudut-pandang

Selamat menulis dan merevisi!

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.